Surat dari Angin

Aku duduk di pinggir jalan setapak hutan. Menghabiskan waktuku menikmati libur singkat sebelum kembali ke rutinitasku. Sekitar 30 menit perjalanan kesana, tidak perlu bersusah payah, hanya perlu menerjang teriknya panas kota ini. Sebelumnya aku membeli satu bouquet bunga. Permintaanku tidak banyak, tidak perlu warna cerah. Penjual bunga memberikan aku bouquet yang sesuai dengan budget yang aku tawarkan. Cukup puas aku dibuatnya. Ini suasana yang aku idamkan, jauh dari banyak orang. Hanya suara angin yang terdengar dari riup pepohonan. Pemandangan pesawat terbang memutari kawasan mangrove ini, burung - burung terbang dari dahan yang satu ke dahan yang lainnya. Aku harap suatu saat nanti kita bisa duduk berjibaku, menikmati ketenangan yang aku rasakan sama halnya seperti aku duduk di tempat ini. Kapan kau pulang? Pertanyaan konyol yang aku tanyakan pada Tuhan, setiap kali aku merasa kesepian. Rupamu saja aku tidak tahu. Diujung tepi danau ini kutitipkan salam melalui angin, semoga sampai ke tempatmu. Hinggalah sore datang. Waktunya menunjukkan aku harus pulang. Beruntung aku melewati dermaga, melintasi sungai besar kota. Tetaplah aku membisikkan rindu, salam sayang untukmu. Melampaui dermaga, melewati sungai, tiupan angin. Semoga sampai ketika kau buka jendela kamarmu.

Komentar

Postingan Populer