Tulisan untuk Ayah

Ayah


dahulu waktu aku kecil. Aku pernah membenci ayah yang jarang ada waktu buat anaknya, rasa terasing yang pernah aku alami ketika ayah tiba-tiba berada disekitarku. Membuat aku lari dari ayah, mungkin tidak terlihat seperti berlari. Tapi, pergi meninggalkan ayah sendiri menonton televisi.

Ayah, ketika aku berumur 5 tahun. Masa terkelam adalah ketika aku tidak tahu rasanya memiliki ayah. Aku bermain kesana kemari tidak ingin pulang ke rumah. Ya, anakmu yang bandel ini merengek tidak ingin pulang hingga akhirnya kau menggendongku yang menangis di pundakmu.

Ayah, aku pernah bertanya pada ibu, "Ayah kemana, bu?'' "Pulangnya jam berapa?'' Tapi ibu hanya menjawab pertanyaanku seadanya dan kembali memasak di dapur. Saat ayah pulang dan kembali pergi untuk berolahraga. Ayah suka main badminton, ayah jago main badminton. Dulu aku suka memperhatikan ayah bertanding. Sampai ayah yang bermain dengan putrinya mengajarkan berlari kesana kemari untuk mempertahankan bola.

Saat putrinya menduduki bangku SMP. Ayah yang kecewa padaku karena tidak masuk SMP favorit dan akhirnya mengantarkan aku sekolah setiap pagi, meskipun kantor ayah dan sekolahku berlawanan arah dan terlalu jauh jaraknya. Ayah tetap mengantarkan aku ke sekolah. Kadang gantian dengan ibu yang menjemput aku pulang sekolah. Ayah pernah marah besar karena aku tidak menjawab telepone padahal aku masih mengikuti ekstrakurikuler di sekolah. Niatnya aku berusaha mandiri, jalan dari sekolah hingga sampai ke rumah tanpa melihat sekelilingku hari mulai larut. Aku tidak tahu bahaya diluar sana dan aku tidak takut, tapi ayah khawatir.

Waktu terus berlalu, hingga pengumuman lulus atau tidaknya di SMA favorit daerah tempat tinggalku. Saking khawatirnya aku mendaftar dan ikut tes di beberapa SMA. Yah, aku lolos di dua SMA sekaligus. Akhirnya, orang tuaku tidak perlu khawatir atas anaknya yang sekolah terlalu jauh dari rumah.

Sampai dimana ayah harus melepaskan anaknya merantau ke tanah kelahiran Ayahnya. Merantau untuk pulang. Sesekali ayah menghubungi anaknya. Pernah sekali di semester pertama, ayah khawatir aku kenapa-kenapa. Dahulu putrinya sering sakit-sakitan. Kadang ayah marah pada ibu yang tidak begitu tahu obat-obatan dan hanya memberiku obat-obatan pada umumnya. Ayah ngotot minta pada anaknya agar beliau saja yang membelikan tiket untuk pulang. Ayah sedang rindu puterinya.


Ayah, sekarang aku paham bagaimana ayah menunjukkan cintanya. Ia rela bekerja lembur demi menyekolahkan putrinya, ayah yang biasanya pulang dari kantor lalu berolaraga, aku paham ayah sedang menikmati masa bugarnya. Ayah juga menjaga kesehatannya. Ayah bekerja berangkat pagi pulang malam, ayah rela bekerja turun ke lapangan karena tuntutan pekerjaan.

Ayah yang marah karena khawatir, ayah yang tidak terlalu bisa menunjukkan perasaan yang sebenarnya. Ayah yang mendisiplinkan puterinya, ayah yang mengajari banyak hal. Ayah yang bekerja menunjukkan kasih sayangnya dibelakang layar, tidak blak-blakan. Ayah yang menyimpan rindu tapi tidak bisa mengucapkan. Ayah yang sehat semakin lama tubuhnya tidak sekuat dulu. Ayah yang pernah dikecewakan puterinya, ayah yang bangga pada puterinya namun ia tidak mengucapkan secara langsung. Ayah hanya tersenyum. Ayah berdoa. Ayah yang meminta pada sang pencipta berharap semuanya akan baik-baik saja.

Ayah, saat aku berhasil nanti. Aku ingin bersama ayah. Mungkin perlu waktu, aku harap ayah tetap sehat dan bersama ibu untuk waktu yang lama. Tunggulah sebentar lagi. Putrimu menyayangimu.



Komentar

Postingan Populer